Indeks
Aceh, News  

HMI Komisariat Pertanian Unimal Kecam Keras Klaim Kemendagri atas Empat Pulau Aceh

HMI Komisariat Pertanian Unimal
Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian Universitas Malikussaleh (Unimal). đź“·: IST

Lhokseumawe | Aliansi.ID — Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian Universitas Malikussaleh (Unimal) melayangkan kecaman keras terhadap Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia terkait status empat pulau milik Aceh.

Keputusan tersebut tertuang dalam surat Kemendagri nomor 300.2.2-2138 tahun 2025 yang menyatakan empat pulau di Aceh Singkil masuk ke wilayah Provinsi Sumatera Utara, dinilai tidak masuk akal oleh HMI.

Menurut Ketua Umum HMI Komisariat Pertanian Unimal, Agus Apandi Pangaribuan, dalam peta resmi, keempat pulau tersebut—Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang—jelas tercatat sebagai bagian dari wilayah Aceh.

“Pemindahan empat pulau yang sebelumnya masuk dalam wilayah administratif Aceh ke Sumatera Utara bukanlah persoalan sepele. Ini bukan sekadar kesalahan peta atau revisi koordinat, melainkan indikasi serius lemahnya pengelolaan batas wilayah dan pengabaian terhadap kewenangan daerah otonom,” tegas Agus dalam pernyataan resminya, Sabtu (14/6/2025)

Agus menyebut tindakan pemerintah pusat ini sebagai bentuk penjajahan dan pengkhianatan terang-terangan terhadap otonomi khusus Aceh. Ia merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pemerintahan Aceh (No. 11 Pasal 8 tahun 2006) dan perjanjian MoU Helsinki yang semestinya menjadi landasan.

HMI juga menyoroti bahwa pemekaran Kecamatan Pulau Banyak didasarkan pada Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2004, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Singkil Nomor 2 Tahun 2010.

Menurutnya, Pulau Panjang, yang terletak di Kecamatan Pulau Banyak, dikenal sebagai destinasi wisata dengan pantai berpasir putih dan air jernih. Gugusan Pulau Banyak sendiri menawarkan beragam kegiatan wisata bahari seperti snorkeling dan diving.

Penetapan luas wilayah indikatif Kecamatan Pulau Banyak mengacu pada Surat Badan Informasi Geospasial (BIG) Nomor B-8.31/PBW/BIG/IGD.04/6/2021 tertanggal 8 Juni 2021, yang seharusnya memberikan dasar geospasial resmi terhadap batas-batas wilayah.

Sebagai bukti pendukung klaim mereka, Aceh telah menyerahkan beberapa dokumen penting. Di antaranya adalah surat kuasa dari Teuku Djohansyah bin Teuku Daud kepada Teuku Abdullah bin Teuku Daud tertanggal 24 April 1980, serta peta topografi TNI AD tahun 1978 yang secara jelas menunjukkan posisi keempat pulau berada di wilayah Aceh.

Selain itu, kesepakatan yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar, serta surat keputusan Mendagri Nomor 111 Tahun 1992 yang mengacu pada peta topografi militer tersebut, turut diajukan.

HMI khawatir bahwa keputusan sepihak ini dapat memicu perlawanan rakyat Aceh, atau bahkan lebih buruk, berpotensi menimbulkan kembali gerakan disintegrasi bangsa yang pernah terjadi, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

“Katanya otonomi khusus, tapi batas wilayah pun diputus tanpa musyawarah. Apakah ini yang disebut keadilan atau hanya cara halus untuk menghapus identitas Aceh?” pungkas Agus, mempertanyakan komitmen pemerintah pusat terhadap kekhususan Aceh. []

Editor : RedaksiSumber : Ril
Exit mobile version