Lhokseumawe | Aliansi.ID — Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia (PII) Kota Lhokseumawe menyatakan sikap tegas terhadap terbitnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau Aceh—Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek—ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara.
Ketua Umum PD PII Lhokseumawe, Muhammad Biyan Hidayah, menyebut keputusan ini tidak sekadar soal batas wilayah administratif, tetapi menjadi ancaman nyata terhadap semangat otonomi khusus Aceh sebagaimana diamanatkan dalam MoU Helsinki 2005 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Ini bukan hanya persoalan teknis pemerintahan. SK ini berpotensi menjadi bentuk perampasan wilayah yang sistematis. Pemerintah pusat wajib memberi klarifikasi terbuka dan meninjau ulang keputusan ini secara menyeluruh,” tulis Biyan dalam rilisnya, Rabu (10/6/2025).
Wacana Pengelolaan Bersama Dinilai Menyesatkan
Menanggapi wacana pengelolaan bersama yang muncul pascapertemuan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada 4 Juni lalu, PII Lhokseumawe menyatakan penolakan tegas. Gagasan ini dinilai mengaburkan akar persoalan yang sebenarnya: status hukum dan kepemilikan wilayah sah.
“Bagaimana mungkin dua pihak mengelola sesuatu yang statusnya belum selesai secara hukum? Ini bukan solusi, tapi jalan pintas yang melemahkan posisi Aceh,” lanjut Biyan.
PII Lhokseumawe menegaskan bahwa kebijakan penetapan wilayah—terutama di Aceh yang memiliki kekhususan hukum dan sejarah—tidak boleh dilakukan secara sepihak dan teknokratis.
“Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya akan kuat apabila dibangun di atas keadilan wilayah dan penghormatan terhadap identitas daerah,” tegasnya.
Pernyataan Sikap Resmi PII Kota Lhokseumawe:
- Menolak Gagasan Pengelolaan Bersama.
Gagasan tersebut dinilai tidak berdasar hukum, membingungkan publik, dan berisiko memicu konflik administratif maupun sosial di masa depan. - Mendesak Evaluasi dan Pencabutan SK Mendagri.
Penetapan empat pulau dilakukan tanpa pelibatan penuh Pemerintah Aceh. PII menuntut pencabutan atau revisi secara transparan, partisipatif, dan berdasarkan prinsip keadilan wilayah. - Mendorong Langkah Hukum oleh Pemerintah Aceh.
PII mendukung langkah konstitusional melalui PTUN atau Mahkamah Konstitusi, serta mendorong pembentukan tim ahli hukum, sejarah, dan geospasial untuk memperkuat klaim Aceh. - Mengkritik Pendekatan Pemerintah Pusat.
Pemerintah pusat diminta menghentikan pendekatan teknokratik yang mengabaikan nilai sejarah dan identitas Aceh sebagai daerah dengan status otonomi khusus. - Mengajak Masyarakat Aceh Bersatu Menjaga Kedaulatan.
Ketika kedaulatan diganggu, diam bukan netral. Diam adalah bentuk pengkhianatan terhadap sejarah kita. - Komitmen PII untuk Mengawal Isu Ini Hingga Tuntas.
PII Lhokseumawe menyatakan siap berdiri bersama masyarakat Aceh, pelajar, mahasiswa, dan seluruh elemen sipil untuk memperjuangkan keadilan wilayah dan integritas Aceh.