Banda Aceh | Aliansi.ID — Mubadala Energy (South Andaman) RSC Ltd. bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaksanakan konsultasi publik untuk penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) rencana pengembangan Lapangan Gas Tangkulo yang berlokasi di lepas pantai utara Lhokseumawe. Kegiatan ini berlangsung di Banda Aceh, pada Kamis (25/9/2025).
Kepala Unit Percepatan Proyek (UPP) Andaman SKK Migas, Kukuh Hadianto, menekankan bahwa konsultasi publik ini merupakan langkah kepatuhan terhadap regulasi AMDAL. Selain itu, ini juga menegaskan komitmen Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi secara menyeluruh demi keberlanjutan proyek.
“Kegiatan ini penting dalam proses perencanaan proyek migas. Tujuannya menyampaikan informasi lengkap tentang rencana pengembangan sekaligus menghimpun masukan, saran, dan pendapat dari masyarakat, instansi pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan,” ujar Kukuh.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, A. Hanan, menyambut baik dan menyatakan optimisme terhadap rencana pengembangan lapangan gas Tangkulo bagi masyarakat Aceh.
“DLHK siap mendukung kegiatan konsultasi publik yang merupakan tahapan awal studi AMDAL yang mengakomodir saran pendapat dan tanggapan dari masyarakat terdampak, tokoh masyarakat dan pemerhati lingkungan termasuk instansi teknis di wilayah Aceh,” tuturnya.
Diskusi dalam konsultasi publik melibatkan beragam pihak, termasuk panglima laot, nelayan, akademisi, LSM, dan komunitas lokal, memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, kekhawatiran, maupun harapan mereka.
Secara umum, kajian awal memproyeksikan proyek ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan daerah sekitar wilayah operasi. Mubadala Energy juga telah menyiapkan program tanggung jawab sosial, atau yang dikenal di industri hulu migas sebagai Program Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat (PPM), berupa pemberdayaan ekonomi, proyek sosial, dan edukasi lingkungan.
Meskipun demikian, potensi dampak lingkungan tetap diantisipasi. Langkah mitigasi yang disiapkan meliputi sosialisasi berkelanjutan, pelibatan nelayan untuk menjaga area tangkapan ikan, pendaftaran fasilitas laut sesuai maklumat pelayaran, pengelolaan limbah cair dengan uji laboratorium berkala, serta penggunaan mesin industri Floating Production Storage and Offloading (FPSO) yang ramah lingkungan dengan emisi minimum.
VP of HSSE & AI and Partnership Mubadala Energy, Widi Hernowo, menegaskan bahwa kegiatan ini mencerminkan komitmen keterbukaan informasi dan keberlanjutan, selain kepatuhan regulasi lingkungan.
“Kegiatan ini memastikan seluruh aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi dipertimbangkan dengan baik serta diselaraskan dengan nilai-nilai budaya kearifan lokal dalam mendukung kelancaran pengembangan Lapangan Gas Tangkulo,” sebutnya.
Koordinasi SKK Migas dan BPMA
Sesuai kewenangannya, SKK Migas mengawasi dan mengatur kegiatan hulu migas di wilayah offshore di atas 12 mil laut. Sementara itu, Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) berwenang di wilayah onshore dan offshore hingga 12 mil laut. Oleh karena itu, koordinasi antara kedua lembaga ini menjadi penting dalam pengelolaan hulu migas di Aceh.
Wakil Kepala BPMA, Nizar Saputra, menyampaikan apresiasi atas keberlanjutan pengembangan lapangan Tangkulo. “BPMA siap mendukung SKK Migas dan Mubadala untuk percepatan proyek sehingga diharapkan dapat memberi multiplier effect bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat,” terang Nizar.
Proses konsultasi publik ini dirancang transparan dan partisipatif, mencakup tahap pengumuman, pelingkupan, hingga penyusunan kerangka acuan (KA-ANDAL). Hasil forum diharapkan tidak hanya memperkuat dokumen AMDAL, tetapi juga membangun kesepahaman antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat.
Proyek Strategis di Laut Andaman
Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup, SKK Migas, Pemerintah Aceh, dinas terkait (DLH, DKP, ESDM, PUPR), pemerintah daerah dari Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Utara, dan Kabupaten Bireuen, serta unsur TNI AL, Bappeda, KEK Arun, dan BPMA.
Perwakilan masyarakat yang hadir meliputi panglima laot, geuchik, tokoh nelayan, dan tokoh masyarakat dari sejumlah gampong pesisir seperti Ujong Blang, Pusong, Blang Naleung Mameh, hingga Batuphat Barat. Akademisi diwakili oleh Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Universitas Malikussaleh, dan Universitas Syiah Kuala, bersama organisasi masyarakat sipil di bidang lingkungan dan HAM di Lhokseumawe.
Lapangan Gas Tangkulo berlokasi di Laut Andaman pada kedalaman 1.000–1.300 meter, sekitar 90 kilometer dari Terminal LNG Arun. Proyek ini masih dalam tahap pra-Front End Engineering Design (FEED) dan pembahasan Plan of Development (POD), dengan target produksi komersial pada Desember 2028. Infrastruktur utama yang direncanakan meliputi fasilitas bawah laut, kapal produksi terapung (FPSO), serta fasilitas penerimaan darat (Onshore Receiving Facility/ORF) di kawasan Arun, Lhokseumawe.
Melalui forum terbuka ini, pengembangan Lapangan Gas Tangkulo diharapkan dapat berjalan sesuai prinsip partisipasi, transparansi, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama. []