Lhokseumawe | Aliansi.ID — Proses penyerahan draf usulan revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) oleh Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah diapresiasi oleh kalangan akademisi. Usulan yang kini resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ini didesak untuk terus dikawal, khususnya oleh Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD RI asal Aceh.
Salah satu poin krusial yang menjadi perhatian utama adalah jaminan Dana Otonomi Khusus (Otsus) bagi Aceh agar tetap dialokasikan sebesar 2,5 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional dan diberikan tanpa batas waktu.
Akademisi dan Dosen Ilmu Politik Universitas Malikussaleh (Unimal), Teuku Muzaffarsyah, menegaskan bahwa keberlanjutan dana Otsus adalah “nafas pembangunan Aceh.”
“Dana Otsus adalah nafas pembangunan Aceh. Kalau ini dipotong atau dibatasi, tentu akan berdampak besar bagi kesejahteraan rakyat. Karena itu, keberlanjutan dana ini harus dijamin di dalam revisi,” ujar Muzaffarsyah dalam keterangannya di Lhokseumawe, Kamis (18/9).
Muzaffarsyah secara khusus memberikan apresiasi kepada Forbes DPR dan DPD RI asal Aceh yang dinilai konsisten dalam mengawal aspirasi rakyat Aceh di rapat-rapat bersama Baleg DPR RI.
Menurutnya, posisi Forbes sangat strategis sebagai jembatan antara kepentingan daerah dan pusat. Ia menekankan bahwa kerja-kerja politik semacam ini penting untuk memastikan substansi revisi UUPA tidak menyimpang dari semangat perdamaian Aceh.
“Kita harus mengapresiasi Forbes Aceh karena telah menunjukkan keseriusan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat di tingkat nasional. Namun, perjuangan ini tidak boleh berhenti hanya di meja rapat, harus benar-benar dikawal sampai keputusan final,” tegasnya.
Revisi UUPA Harus Sesuai MoU Helsinki
Lebih lanjut, Muzaffarsyah mengingatkan bahwa revisi UUPA tidak boleh dilakukan secara setengah hati. Ia menekankan bahwa UUPA adalah turunan langsung dari Nota Kesepahaman Helsinki (MoU Helsinki) yang merupakan fondasi perdamaian Aceh sejak tahun 2005.
“Revisi UUPA harus sesuai dengan MoU Helsinki, karena ini penting supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pemerintah Pusat harus serius,” tandasnya, sembari mendukung penuh pernyataan anggota DPR RI asal Aceh, TA Khalid, yang sebelumnya menegaskan revisi UUPA harus diarahkan untuk memperkuat perdamaian.
Poin Krusial yang Wajib Dipertahankan
Keberhasilan revisi UUPA, menurut Muzaffarsyah, sangat ditentukan oleh soliditas elemen-elemen lokal Aceh. Ia mengajak Pemerintah Aceh, DPRA, akademisi, politisi, hingga ulama untuk bersatu menyuarakan aspirasi rakyat dalam proses revisi ini.
Muzaffarsyah menutup dengan menegaskan sejumlah poin krusial yang wajib dipertahankan dan disempurnakan dalam revisi UUPA, meliputi penguatan Syariat Islam sebagai bagian dari identitas Aceh, keberlanjutan Dana Otsus sebagai instrumen utama pembangunan daerah, dan jaminan pengelolaan di sektor pendidikan dan kesehatan yang sudah diamanahkan dalam MoU Helsinki.
“Banyak hal yang harus diperhatikan. Pertama menyangkut syariat Islam, kedua dana Otsus, serta bidang pendidikan dan kesehatan. Semua itu sudah dicantumkan dalam MoU dan harus disempurnakan, jangan dihilangkan,” pungkasnya. []