KIP Aceh Lakukan Mitigasi Potensi Sengketa Pilkada

Avatar
Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Provinsi Aceh, Ahmad Mirza Safwandy.
Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Provinsi Aceh, Ahmad Mirza Safwandy. Foto: Infopublik.id

Banda Aceh | Aliansi.ID — Komisi Independen Pemilihan (KIP) Provinsi Aceh memitigasi atau mengurangi dampak potensi sengketa dalam pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada) serentak 2024 di Aceh.

Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh, Ahmad Mirza Safwandy mengatakan, mitigasi potensi sengketa pada Pilkada ini penting guna mencegah timbulnya persoalan dalam pelaksanaan pesta demokrasi tersebut.

“Mitigasi potensi sengketa pada Pilkada ini penting guna pencegahan sebelum terjadinya permasalahan. Paling tidak bisa ditanggulangi atau paling tidak meminimalisasi terjadinya sengketa,” katanya, dilansir Infopublik.id, Selasa, 6 Agustus 2024.

Baca juga :  Tantawi: Pembangunan Bendungan Keureuto dan Rukoh Dorong Ketahanan Pangan di Aceh

Sebelumnya, KIP Aceh menggelar rapat koordinasi membahas mitigasi potensi sengketa dalam tahapan Pilkada, yang diikuti KIP kabupaten/kota di Aceh, akademisi dan lainnya.

Dalam rapat koordinasi tersebut, kata dia, dibahas beberapa potensi permasalahan yang dapat menjadi sengketa pada tahapan pencalonan pilkada, di antaranya terkait dengan syarat akumulasi perolehan suara, status mantan pelaku tindak pidana dengan hukuman 5 tahun penjara, status residivis dan beberapa isu krusial lainnya.

“Mitigasi potensi sengketa ini juga menjadi pembahasan dalam ruang lingkup pedoman teknis pencalonan yang sedang disusun KIP Provinsi Aceh dan akan dikonsultasikan ke KPU RI,” kata Mirza.

Baca juga :  Apresiasi Penyampaian Visi Misi Mualem, Tokoh Pemuda Aceh: Lebih Baik dan Menarik

Menyangkut penyelesaian sengketa Pilkada, dia mengatakan bahwa perselisihan hasil Pilkada diadili di Mahkamah Konstitusi. Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 157 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Perpu nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.

Dalam UU Pilkada tersebut, sebut Mirza, awalnya kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa Pilkada bersifat sementara hingga dibentuk peradilan khusus.

Baca juga :  Satreskrim Polres Nagan Raya Ciduk Bandar Arisan Bodong di Bali, Kerugian Korban Capai Rp0,5 Miliar

“Namun, kemudian keluar keputusan yang menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa Pilkada bersifat permanen,” jelasnya.

Pilkada di Provinsi Aceh digelar serentak antara pemilihan gubernur dan wakil gubernur Aceh dengan pemilihan 18 bupati dan wakil bupati serta lima pemilihan wali kota dan wakil wali kota. Pemilihan tersebut dijadwalkan pada 27 November 2024. []

Editor : Redaksi
Sumber : Infopublik.id