Lhoksukon | Aliansi.ID — Kasus meninggalnya Sultan, seorang anak yatim piatu berusia 13 tahun di Aceh Utara, pada Jumat (20/6), akibat penyakit saraf kejepit akut, telah memicu sorotan tajam terhadap lambatnya respons bantuan dari Baitul Mal Aceh Utara.
Peristiwa memilukan ini, yang dikeluhkan oleh Anggota DPRK Aceh Utara Abdullah M. Amin (Tgk Meulaboh), kini terhubung dengan permasalahan sistemik dalam pengelolaan zakat di daerah tersebut.
Tgk Meulaboh secara terbuka menyatakan kekecewaannya karena Baitul Mal Aceh Utara tidak menindaklanjuti perintah Bupati untuk memprioritaskan bantuan pengobatan Sultan, bahkan setelah proses rujukan ke RSUD Zainal Abidin yang didampingi langsung oleh sejumlah pejabat daerah.
“Di depan saya, Ayah Wa (Bupati Aceh Utara) memerintahkan langsung saat itu kepada pihak Baitul Mal, tapi nyatanya apa, saat Sultan meninggal tidak mendapatkan sentuhan bantuan Baitul Mal Aceh Utara,” ungkap Tgk Meulaboh penuh kesal.
Baca juga: Anak Yatim Piatu Meninggal, Anggota DPRK Aceh Utara Sesalkan Lambannya Respons Baitul Mal
Regulasi Kaku Jerat Penyaluran Zakat
Keterlambatan ini rupanya bukan kasus tunggal, melainkan cerminan dari permasalahan yang lebih besar. Dalam kunjungan kerja Baitul Mal Kabupaten (BMK) Aceh Utara ke Baitul Mal Aceh (BMA) pada Kamis (19/6), terungkap bahwa regulasi yang kaku dan prosedural menghambat penyaluran zakat kepada mustahik.
Tgk. Fauzan Hamzah SHI, anggota Dewan Pengawas Baitul Mal Aceh Utara, mengeluhkan bahwa dana zakat yang seharusnya dapat langsung disalurkan kepada mustahik, justru harus melewati mekanisme Bantuan Sosial (Bansos) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK), bahkan harus menunggu Surat Keputusan (SK) Bupati.
“Selama ini penyaluran zakat masih harus melewati mekanisme bansos dalam APBK. Dana zakat terikat prosedur pencairan, bahkan harus menunggu SK Bupati. Padahal zakat itu dana umat, yang seharusnya bisa langsung disalurkan kepada mustahik,” tegas Fauzan dilansir dari CAKRAWALA.CO, Sabtu (21/6).
Ia menambahkan bahwa kondisi ini menyebabkan bantuan mendesak untuk kasus seperti penderita penyakit kronis, pendidikan, atau fi sabilillah sering kali terlambat direalisasikan, berpotensi merugikan mustahik yang membutuhkan penanganan cepat.
Minimnya Partisipasi dan Dukungan Lintas Sektor
Selain masalah birokrasi, Ketua Baitul Mal Aceh Utara, Tgk. Muslem MA, juga menyoroti lemahnya partisipasi zakat dari sektor non-pemerintah. Selama ini, penghimpunan zakat didominasi oleh ASN Pemkab Aceh Utara, sementara instansi vertikal seperti TNI, Polri, Kejaksaan, BUMN, dan BUMS belum tersentuh optimal. Ini mengakibatkan rendahnya angka penghimpunan zakat secara keseluruhan.
Menanggapi berbagai masukan, Ketua Baitul Mal Aceh, Muhammad Haiqal, mengakui permasalahan ini dan menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Menurutnya, Baitul Mal tidak bisa bekerja sendiri dan semua Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) yang memiliki anggaran Bansos juga memiliki tanggung jawab sosial.
Lebih lanjut, Haiqal mendorong peningkatan dakwah, sosialisasi, serta pelatihan strategi komunikasi dan marketing zakat untuk meningkatkan kesadaran berzakat di masyarakat.
Tragedi meninggalnya Sultan menjadi pengingat yang pedih akan urgensi perbaikan tata kelola zakat di Aceh Utara. Sinergi antara pemerintah daerah, kepolisian, dan masyarakat, ditambah dengan reformasi regulasi yang lebih fleksibel, diharapkan dapat memastikan dana zakat benar-benar sampai kepada yang berhak, tepat waktu, dan tepat sasaran. []